Oleh: dr. Michael Y. Pernahkah anda demam tinggi beberapa hari terutama pada sore hari dan turun pada pagi hari, perut terasa mual,kembung dan mencret ataupun susah buang air besar. Kemudian ketika anda berobat, dokter melakukan pemeriksaan darah, dan hasilnya anda menderita tifus. Anda pastinya bertanya tanya dari mana mendapat penularan kuman penyakit tifus ini, apakah penyakit ini parah atau tidak, apakah komplikasinya, bagaimana mencegah agar tidak terinfeksi lagi.
Untuk menjawab ini semua, anda perlu mengenal penyakit tifus mengingat Indonesia merupakan salah satu daerah yang endemis penyakit tifus, yang secara medis disebut demam tifoid. Penyakit ini disebabkan bakteri Salmonella, yang terdiri dari Salmonella typhii, Salmonella parathypii A, Salmonella parathypii B, Salmonella parathypii C. Dari ke 4 jenis salmonella tersebut, S. typhii yang menyebabkan gejala klinis yang lebih berat dibanding jenis lain.
Prevalensi kasus demam tifoid di indonesia, menurut WHO, sebanyak 900.000 kasus pertahun dengan kematian sebanyak 20.000 kasus. Sebanyak 91 % kasus demam tifoid tersebut adalah orang yang berumur 3-19 tahun. Menurut Riset kesehatan dasar dari Departemen Kesehatan Sumatera Utara, persentase demam tifoid di Provinsi Sumatera Utara sebanyak 0,9 % dengan persentase kasus tertinggi yaitu di Nias Selatan dengan persentase sekitar 3,3 %.
Penularan penyakit tifus ini melalui konsumsi makanan atau minuman yang terpapar kuman S.Thypii dan S.Parathypii. Makanan yang disajikan kurang hiegienis ataupun dimasak kurang matang beresiko untuk menularkan bakteri Salmonella. Begitu juga minuman, minuman yang terbuat dari air terkontaminasi dan dimasak kurang matang juga dapat menularkan bakteri Salmonella tersebut. Potensi serangan bakteri Salmonella ini juga dipengaruhi banyak kuman yang tertelan. Bila terpapar 100.000 bakteri Salmonella thypii, potensi serangan relative ringan dengan masa inkubasi yang panjang. Dengan meningkatnya jumlah bakteri (>1000.000.000 bakteri), potensi serangan meningkat menjadi 95 persen dengan masa inkubasi lebih singkat.
Bakteri salmonella ini sebenarnya dapat dimatikan dengan panas, pengeringan namun bakteri ini dapat bertahan pada kondisi asam sehingga bakteri tersebut dapat melewati lambung sampai ke bagian usus ileum distal. Di dalam Ileum, bakteri ini masuk melalui payer’s patch ke pembuluh limfe dan menyebar ke seluruh tubuh. Bakteri ini kemudian bersembunyi dan hidup dalam sel makrofag di tubuh kita sehingga bakteri ini sulit dibunuh oleh sistem kekebalan tubuh kita.
Bakteri ini juga masuk ke sel kekebalan retikuloendotelial di limfa dan berkembang biak di dalam sel tersebut sehingga menyebabkan pembengkakan limfa. Bakteri salmonella tersebut juga masuk ke hati dan menyebabkan pembengkakan hati dan hepatitis. Pada penderita yang tidak diterapi dengan baik, sebanyak 1-5 % menjadi penderita tifus kronis. Penderita tifus kronis tidak menunjukkan gejala sama sekali tetapi penderita ini dapat menularkan penyakit tifus melalui kotorannya. Apabila kekebalan tubuh penderita tifus kronis menurun, penderita dapat mengalami infeksi ulang.
Penderita akan merasakan gejala seperti demam yang naik pada sore hari dan turun pada pagi hari. Lidah penderita tampak putih di tengahnya dan merah di pinggiran lidah. Pada tubuh penderita dapat dijumpai bercak bercak merah yang disebut rose spot dan penderita juga merasakan nyeri pada seluruh badan karena demam yang terjadi. Penderita juga akan mengeluhkan rasa tidak nyaman di perut seperti kembung, sakit pada perut.
Beberapa pasien dapat mengalami diare ataupun susah buang air besar. Hati dan limfa penderita dapat mengalami pembengkakan pada akhir minggu pertama atau awal minggu kedua. Pembengkakan hati dapat disertai mata kuning. Apabila tidak diobati dengan baik, bakteri tersebut dapat memasuki sistem syaraf pusat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran atau gangguan neuropsikiatri. Perforasi atau bolongnya usus ileum dapat timbul karena penanganan yang tidak baik.
Perforasi ini menyebabkan kuman di usus keluar ke rongga perut sehingga menyebabkan peradangan yang disebut peritonitis. Peritonitis merupakan keadaan darurat yang harus segera ditangani karena dapat menuju ke keadaan syok septic, dimana kuman di rongga perut tersebut telah masuk ke sistem sirkulasi darah penderita.
Untuk mendiagnosis penyakit tifus, selain dengan dijumpai gejala klinis seperti diuraikan sebelumnya, dokter juga membutuhkan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan darah. Pemeriksaan darah yang dapat digunakan yaitu tes widal, tes TUBEX, kultur darah, kultur sumsum tulang, PCR. Menurut konsensus penatalaksanaan Demam Tifoid dari Perhimpunan Peneliti Penyakit Tropik Infeksi Indonesia tahun 2006, Diagnosis dibagi menjadi diagnosis klinis dan etiologik. Diagnosis klinis dibagi menjadi 3 yakni Possible case (dari anamnesis, pemeriksaan fisik didapatkan gejala demam, gangguan saluran cerna, gangguan pola buang air besar, dan pembengkakan hati ataupun limfa), probable case (gejala klinis lengkap atau hamper lengkap dan didukung oelh gambaran laboratorium demam tifoid titer widal O?1/160 atau H?160 satu kali pemeriksaan), Definite case (ditemukan bakteri S.Typhii pada kultur atau PCR atau kenaikan titer tes Widal 4 kali lipat dari pemeriksaan pertama atau titer Widal O?1/320, H?1/640).
Diagnosis etiologik atau penyebab dapat ditegakkan dengan 3 cara yaitu biakan salmonella thyphii, pemeriksaan DNA salmonella typhii dengan PCR atau bila hasil biakan tidak tumbuh, dapat dibantu dengan tes widal dengan kenaikan titer 4 kali lipat atau dengan menggunakan tes TUBEX.
Untuk mencegah terjangkit penyakit tifus ini, masyarakat diharapkan selalu mencuci tangan sebelum makan, mengolah dan mengkonsumsi makanan secara higienis, mengkonsumsi makanan yang telah dimasak dengan matang. Telur yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat dengan setengah matang ataupun mentah dapat beresiko tinggi untuk menularkan bakteri salmonella. Salmonella yang masuk ke tubuh unggas dapat hidup pada saluran reproduksi unggas tanpa menyebabkan infeksi pada unggas itu sendiri. Bakteri ini dapat mengkontaminasi bagian luar maupun bagian dalam telur unggas tersebut.
Cara lain untuk mencegah penyakit ini yakni dengan vaksinasi. Di Indonesia, terdapat 2 macam vaksin yaitu vaksin yang berisi bakteri yang dilemahkan dan vaksin yang berisi bakteri salmonela typhii yang mati. Vaksin yang berisi bakteri yang dilemahkan tersebut diberikan secara oral sedangkan vaksin yang berisi bakteri mati diberikan secara parenteral/disuntik. Vaksin ini dianjurkan untuk orang yang dekat dengan penderita tifus ataupun carrier tifus, wisatawan yang berlibur ke daerah endemis tifus, vaksin ini tidak dianjurkan untuk anak di bawah 2 tahun, orang yang pernah mendapat efek samping yang berat dari vaksin ini, orang yang alergi terhadap vaksin ini, orang yang mempunyai kekebalan tubuh yang rendah (seperti penderita HIV dan kanker).
Pada orang yang sakit berat, vaksin ini disarankan ditunda pemberiannya. Vaksin juga tidak boleh diberikan bersamaan dengan antibiotik. Efek samping yang ditimbulkan vaksin tifus yakni demam, sakit kepala, kemerahan dan bengkak pada daerah suntikan, nyeri perut, mual dan muntah. Vaksin ini hanya melindungi kita terhadap bakteri salmonella typhii, bukan terhadap Salmonella Paratyphii. Untuk mendapatkan perlindungan dalam jangka waktu lama, vaksin perlu dibooster setiap 3 tahuin sekali.
Sumber: http://analisadaily.com/
ConversionConversion EmoticonEmoticon